Catatan Pengantar Tentang Keadilan dan Keseimbangan*)
A. M. Safwan**)
“ Sesunguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami tawarkan bersama mereka AlKitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan” (Q.S. Al Hadid (57) : 25)
Menurut keterangan Al-Qur’an yang dikutip di atas bahwa tujuan kenabian adalah untuk melaksanakan keadilan. Keadilan dalam pengertian umum tidak semata berarti keadilan dengan motif ekonomi tetapi maknanya lebih luas, misalnya, kemerdekaan berpendapat dan berpikir, hak untuk hidup aman dan mencari penghidupan yang layak.
Kemerdekaan dan masalah hak asasi manusia adalah hal mendasar untuk diketahui karena berkaitan dengan eksistensi manusia. Artinya, adanya manusia dan bisanya kita disebut manusia tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kemerdekaan dan hak asasi manusia. Permasalahannya adalah meletakkan antara kebebasan dan hak asasi manusia dengan tanggungjawab dan kerjasama sosial dalam masyarakat?
Refleksi tentang kemerdekaan dan hak asasi manusia mesti dimulai dengan pembahasan tentang eksistensi manusia (filsafat adanya manusia). Cara pandang terhadap manusia perlu ditunjukkan lebih awal, oleh karena hal itulah yang menjadi subjek dan objek hak dan tanggungjawab. Bagaimana sesungguhnya eksistensi manusia itu? Darimana kita memperoleh keberadaan? Setelah keberadaan kita berakhir/mati, kemana keberadaan itu selanjutnya? Untuk apa keberadaan manusia? Apakah yang mempengaruhi eksistensi keberadaan ? Apakah ciri/potensi positif dan ciri/potensi negatif keberadaan kita? Apakah sama keberadaan kita dengan keberadaan makhluk lainnya dalam arti punya pertumbuhan dan kesadaran? Kenapa kita dituntut untuk melaksanakan penyembahan?
Refleksi filosofis ini menentukan jawaban kita akan kebutuhan sebuah dasar-dasar kepercayaan. Sebut misalnya, AGAMA. Kalau kita menerima agama sebagai keyakinan kita yang bersifat rasional-historis dan bukan semata doktrin normatif, maka kita perlu menelaah uraian tentang : Kenapa kita harus terikat kepada Agama? Apa hubungan antara eksistensi manusia dan eksistensi agama? Apakah dasar dari seluruh persoalan keagamaan? Bagaimana agama berbicara tentang manusia?
AGAMA ; KESEIMBANGAN DAN KETERATURAN
Jika kedua persoalan tersebut (agama dan manusia) telah kita kaji secara detail, sepanjang yang saya ketahui, agama membawa suatu pandangan dunia yang berangkat dari fitrah manusia. Fitrah manusia menghendaki kesucian dan kesempurnaan. Adakah di antara kita yang bisa lepas dari penilaian yang bertendensi kesempurnaan? Adakah kita ingin bekerjasama dengan sistem yang kotor dan dan penuh dengan struktur penindasan? Saya kira fitrah kita akan mengatakan tidak. Inilah realisme instinktif (kebenaran yang berangkat dari pengetahuan tanpa perlu belajar konsep-konsep rumit). Kita memiliki pengetahuan dasar seperti itu.
Kita akan menerima segala yang nyata dan menolak yang khayal semata. Kita akan membentuk pandangan hidup berdasarkan kenyataan (riil). Kenyataan itu baik yang empiris maupun non empiris (rasional).
Keseimbangan dalam hidup berarti melihat semua aspek manusia (akal, emosi dan syahwat) sebagai faktor yang masing-masing harus dipenuhi, mengabaikan salah satunya akan membuat kesetimbangan dalam diri kita terganggu. Jadi semuanya perlu diberi hak. Pintar saja tidak cukup kalau emosi tidak matang, lebih-lebih lagi potensi syahwatnya dieksploitasi.
Agama adalah kebutuhan yang bersifat fitrah. Artinya, bahwa agama sesungguhnya muncul dari kebutuhan fitrah manusia, jadi tidak mungkin agama hanya berkisar pada doktrin-doktrin saja. Agama memiliki dimensi spiritual dan sosial.
Manusia menurut filosofi agama adalah makhluk yang memiliki unsur ruh dan jasmani. Kedua unsur bukan sesuatu yang dapat dipisahkan, dualitas apalagi didikotomikan.
Keseimbangan dalam agama berangkat dari gerak ruhani ketiga potensi tersebut (akal, emosi, syahwat). Perubahan dalam diri tersebut mempengaruhi perubahan yang terjadi diluar diri kita.
Setelah meninjau aspek keseimbangan, maka paling tidak dalam kehidupan kolektif akan berbenturan dengan kepentingan sebagai sesuatu yang melekat pada perjalanan manusia.
Kepentingan yang tidak mungkin bisa dilepaskan adalah kepentingan sosial; tanggungjawab dan kerjasama. Masalah sosial akan terkena hukum materi sebagai konsekuensi kehidupan manusia yang menyejarah. Dalam filsafat, dikenal prinsip bahwa materi itu akan saling mengganggu (tazahum). Saling mengganggu kepentingan, tendensi, motif. Kepentingan yang berbenturan itu akan bisa kontinu dengan perkembangan kemanusiaan kita jika dibimbing oleh perubahan ruhani yang inner tadi.
Setelah jelas relasi pencerahan antara batin sebagai dunia individu dan realitas sosial sebagai dunia kolektif individu dengan individu lain, maka kajian hukum dan keteraturan akan mendapatkan signifikansi penjelasannya.
Penjelasan yang paling awal adalah prinsip keteraturan yang berbasis pada pandangan hidup kita. Marilah kita bersama-sama memulai diskusi dengan satu catatan pentingnya memulai sesuatu dari basis filsafatnya, agar perbenturan kajian masuk ke wilayah terdalam, bukan aksi-reaksi yang kadang tidak memuat asumsi intelektual yang jelas.
Bagaimana Pendapat Anda! Wallahu’alam Bi al-Shawab
--------------------------------
*) Disampaikan dalam training HAM PUSHAM UII
untuk SMU Muhammadiyah I Jogyakarta, 12 Agustus 2001
**) Staf Pengurus Wilayah IJABI Jogyakarta
http://rausyanfikr.tripod.com
0 komentar:
Posting Komentar